Angkut Barang Elektronik, Nyangkut di Jembatan

Angkut Barang Elektronik, Nyangkut di Jembatan


Angkut Barang Elektronik, Nyangkut di Jembatan
Ilustrasi: Angkut Barang Elektronik, Nyangkut di Jembatan

Orang mabuk bisa diibaratkan seperti barang elektronik. Besar, berat, tak bisa bergerak sendiri. Ya seperti benda mati, perlu diangkut kerumah, taro di pojokan, sampai ada listrik, baru bisa menyala. Sungguh filosofi apa ini. Aneh sekali.

Ruang Riang Creative - Angkut barang elektronik adalah istilah yang biasa digunakan anak-anak kampus saat mengangkut atau mengantar teman yang mabuk berat pulang ke kosan.

Merepotkan memang, tapi disitu seni-nya mengantar orang mabuk berat. Momen angkut barang elektronik kerap terjadi sehabis pesta ulang tahun. Tak ada istilah "loe mati, gue party", yang ada "Loe party, gue angkut barang elektronik!".

Angkut Barang Elektronik, Nyangkut di Jembatan
Kos Jambu, Sebuah Cerpen Anak Kos Jogja

Malam itu adalah malam yang panjang. Kokom berulang tahun, usianya genap 22 tahun. Saatnya cosplay jadi barang elektronik.

"Masa ulang tahun gini-gini aja di kos, jogging lah kita!." ucap bang Rico. Salah satu senior kami di kampus.

"Ya bisa diatur lah bang. Ada piti berangke kito. Gilo galo. Hahaha.." balas Kokom, menirukan gaya bicara khas Sumatera, logat NTT. Kacau.

Sampai di kos jambu.

"Waduh...gimana boyy. Berangkat gak kita?? nda ado piti ini." tanya Kokom padaku.

"Ya kalo aku sih ikut kamu aja, berangkat boleh, gak berangkat ya keterlaluan." ucapku nada serius. Padahal sebenarnya aku malas. Malas angkut barang elektronik!.

"Yasudah aku pakai aja dulu dah uang bayar kosan. Pikir nanti ajalah abis party. Hahaha" balas Kokom dengan pancaran lampu disko di bola matanya.

Pukul 9 malam kami bergegas. Nyali kami penuh, dompet kami kosong. Bermodal motor pinjaman anak kos, misi kami, pantang pulang sebelum tumbang.

Tibalah kami di salah satu klab malam sekitar Jalan Magelang. Salah satu klab favorit mahasiswa Jogja kelas ekonomi AC. 

Gemerlap lampu disko dengan warna kontras menusuk mata. Dentuman bass musik elektronik menendang telinga. Gelas sloki, dan ember es batu sudah tersaji di meja. Ayam kampus, bisa cari di lantai dansa.

"Ayo boy.. Sikat sudah, kasih ba abu lantai." seru Kokom padaku.

"Engga ah, aku disini aja, sebenarnya aku kurang suka suasananya e. Bosenin." balasku dengan nada malas.

"Ah cukkimay! cupu ko boy. Gaya doang keren tapi gak bisa goyang. Haahah." balas kokom mengejek.

Tower-tower kecil berisi minuman mulai berdatangan. Satu demi satu kosong, mulai berganti botol kaca. Mereka bergilir, angkat gelas, dansa. 

"Kasih keras sudah kau pu musik itu woyy Dijeee!" 

Tepat pukul 12 malam. Sepertinya bang Rico dan kawan-kawanya sudah berpesan kepada DJ malam itu.

Totetet totetet totetet, haaariii iniii.. hkosariii yang kau tungguuu...

"Buat yang ulang tahun malam ini, kami kasih gratis, minum sampai habiss!!" ucap MC diatas panggung.

Kokom naik ke atas panggung. Dengan gaya Michael Jackson ia bergoyang. Menghabiskan alkohol dalam botol tanpa ampun. Ia siram juga sekujur tubuhnya. Seperti sedang mandi. Mandi kembang, tengah malam jangan kau lakukan.

Kami semua tertawa, ada saja tingkahnya. Mereka menari bak kesurupan, kemasukan hantu laut, macan kumbang, kuda lumping, makan beling. Uang habis pulang meringis.

Pukul tiga, klab sudah mau tutup. Musik mulai redup. Mereka mulai mabuk, aku mengantuk.

"Kaka, ayo pulang sudah. Jam tiga ini, sudah tutup" ucapku di telinganya.

"Ah belum puas ini, tambah lagi." balas Kokom dengan nada orang mabuk.

Setelah di bujuk, akhirnya kami pulang. Kami bertukar pasangan. Kokom pulang dengan Layudi naik astrea grand kadal milik bang Rian. Aku pulang dengan bang Rian naik vega. Jarak klab ke kosan cukup lumayan, sekitar 15 menit berkendara normal. 

Bang Rian kondisinya mabuk, sudah menjadi barang elektronik. Kokom masih aktif, batrenya dua kali lipat. Ia berboncengan dengan Layudi yang mabuk lampu diskotik.

Kami bekendara beriringan, sepanjang jalan masih aman. Barang elektronik sudah ku ikat dengan sabuk, antisipasi jatuh. Sampai di pertigaan terakhir menuju kosan.

Tikungan menukik tajam, dan ada jembatan kecil di ujungnya. Kondisi lampu jalan agak redup. Mereka mulai melesat di depanku. Gayanya parlente, bergurau diatas astrea grand kadal. Mungkin dalam imajinasinya, ia sedang menunggang kuda Sumba.

"Duluan boy. Aawas jatuh itu barang elektronik di belakang. Hahaha" ucapnya sambil tertawa dan melirik ke arahku.

"Yoooww. Awas hati-hati. Gelap."

Beberapa saat kemudian.

Brakkk.. ngggeenggngnn. grakk...graakkkk.!!!!

Firasatku benar. Rupanya mereka hilang kendali, menabrak jembatan. Kokom dan astrea grand kadal nyangkut di jembatan itu. Layudi terkapar di aspal. Sesampainya disana, suasana mencekam. Aku tertawa terbahak-bahak melihat kondisi mereka. 

Beruntung sekali, tak ada luka. Hanya ada komedi disana. Bagaimana tidak, dua pemuda mabuk menabrak jembatan. Pengendar dan motornya nyangkut di jembatan. Malas bangun karena mabuk. Umiwa mou, shindeiru.

"Ehhh Layyy, kobisaa nabrakkk?!!" ucap bang Rian. Karena situasi dan kondisi yang lucu, membuat barang elektronik tersadar dan menyala penuh.

"Aihh gak tau mas, tadi aku juga ketiduran di motor. Buka mata sudah lihat Kokom nyangkut di jembatan." balas Layudi dengan wajah polos dan heran.

Sementara Kokom dan motornya masih tersangkut. Aku mencari bala bantuan. Tak ada orang lagi selain kami disana. Tak lama ada seorang tukang becak lewat. Ia hendak berangkat ke pasar untuk mangkal.

"Pak bisa tolong gak, bantu angkut ini ke kosan. Gak ada yang bisa bawa motor!" ucapku sambil menahan tawa.

"Ealahhh ko bisa e mas. Mati ini orangnya?!" balas tukang becak sambil mendekat ke TKP.

"Udah pak tolong bawa aja, sudah dijelaskan. Fenomena alam ini." balasku, tak bisa menahan tawa lagi.

Saat itu kondisinya memang tidak memungkinkan untuk mereka mengendarai motor. Aku, Layudi, dan tukang beca lantas mengangkat astrea grand kadal keatas becak. Bang Riang mengangkat Kokom dari jemuran, eh jembatan. 

"Aduh, aw aw awwww!! Panas eeee mamaaa." teriak Layudi dengan logat Ambon. 

Rupanya ia tak sengaja memegang knalpot motor yang masih panas. Sontak kami semua tertawa. Motornya hampir jatuh. Sungguh terlalu. Setelah motor naik ke becak, aku dan bang Rian memandu tukang becak ke arah kosan.

Layudi kami tinggal, menjaga Kokom yang masih malas untuk bangun. Mungkin jiwanya masih belum sadar. Sedang cosplay menjadi jemuran basah. Setelah mengantar bang Rian dan motor kekosan, aku bergegas kembali. Menjemput Kokom.

Namun ia dan Layudi ternyata sudah sampai. Mereka berjalan kaki, menenteng helm dan kesombongan. Mengukir sejarah baru, berperan menjadi jemuran, berjemur di jembatan.

Lalu kami mulai bercerita, sambil terus tertawa terbahak sampai pagi. Bagaimana semua ini tejadi. Bisakah terulang kembali. Angkut barang elektronik, dan nyangkut di jembatan. 

Fajar tiba, pagi menyingsing. Perut mulai lapar. Dan kami lupa, tak ada lagi uang tersisa. Semua habis di lantai dansa, di dalam pesta. Terpaksalah puasa. 

Ya nasib, begitulah cinta, deritanya tiada akhir. Chu Pat Kay - Siluman Babi.

Baca Juga:

Mimpi Basah di Kosan
Mimpi Basah di Kos Teman, Bau Pandan di Jalan
Aku dan Teman Masa Kecilku
Warnet Mandiri, Kos Jambu Bagian I
Sungguh Malang Nasibmu, Kelabang!
Kesurupan di Kamar Pak Kades
Memeluk Galon Kosong
Pangeran Berkuda dari Timur










Ruang Riang Creative

Ruang Riang Creative, Media & Jasa Creative, Jasa Bikin Website, Jasa Bikin CD, Jasa Bikin Kaset, Jasa Sablon, Cosmics Creative.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama