Ranjau Darat, Salah Target |
Ranjau darat, salah target, adalah kata yang paling pas untuk menggambarkan suasana minggu pagi yang gelap itu. Salah satu pengalaman hidup paling lembek yang pernah kutemui.
Ruang Riang Creative - Pagi buta, kami bergegas menuju lembah UGM, tenda di sekitaran bundaran lembah UGM menjadi spot rutin minggu pagi. Mahasiswa dan masyarakat Jogja menyebutnya dengan Sunmor UGM.
Ranjau Darat, Salah Target
Kos Jambu, Cerpen Anak Kos Jogja
Tepat pukul 5.30 pagi aku bergegas mandi, menunggu Agung menjemput ke kos jambu. Karena malamnya ia meminjam motorku untuk pulang ke kosannya.
Seperti biasa setelah semua siap kami sedikit berkeliling mencari tema sarapan. Lebih sering mentok di bubur ayam depan kampus ukdw atau jajanan pasar di sebrang mie thoyonk.
"Beli ini ajalah Gung, takut telat, kayaknya matahari udah agak terik juga"
"Ya manut mas, seng penting sarapan aja" balasnya.
Kami pun memilih beberapa jajanan pasar kesukaan, ada tahu bakso, arem-arem, bakwan udang, bolu kukus, dan paket nasi uduk.
"Mampit dulu deh, bentar beli roko. Sisa dua batang, takut urgent"
"Siap, warung depan ada tuh mas, ntr situ aja"
Sampailah kami di bundaran lembah UGM, beberapa kru juga sudah mendirikan tenda untuk display. Kami sarapan jajanan pasar yang tadi dibeli, sambil menunggu dua spg yang masih otw.
"Tumben mbak-mbaknya blm pada dateng e mas"
"Iya nih, padahal biasanya udah pada standy ko jam 6. Paling masih ngantuk dijalan."
Lima menit kemudian, dua orang spg pun datang ke tenda dengan jalan sedikit terburu, wajah sayu dengan make up baru, dan rambut sedikit berantakan.
"Eee mas sory yoo telat dikit. Biasa, sisa semalem belum abis." ucap mba Dwi, salah satu spg sambil tertawa ringkih.
"Iyaa mass, maklum yah, namanya juga perawan anak satu, wajar kalo banyak yang mau ngekos." sahut mba Intan, spg kedua dengan wajah polosnya.
"Woalahh, santaii mbaa, baru lima menit. Kalo lima menit lagi kan bayar dobel yaaa, nambaaahh!" balasku sambil tertawa menyelak.
"Nih pake bajunya mba, udah tak masukin laundry kilat loh semalem. Aman, ra mambu kelek"
"Yaudah mas, anterin ke toilet, gelap e, takut digondol lelaki aku!"
"Gung, tolong standby di tenda, aku tak nganter ganti wardrobe dulu, sekalian nabung, udah mulai ada proyek nih di lambung. Kebanyakan cabe kali ya?! Hahaha"
Kami bertiga jalan menuju toilet di tengah lembah. Ada 4 buah toilet umum disana, di ujung lembah, dekat dengan pohon besar. Dua toilet menghadap depan, dan dua toilet menghadap belakang, ke arah tebing lembah. Kami memilih yang kedua.
"Mba disitu aja, gak digembok ko. Aku disini ya, sekalian nabung dulu, ra kuat e, mules"
Mba Dwi dan mba Intan masuk ke toilet berbarengan, sedangkan aku buru2 masuk ke toilet sebelahnya. Sedikit panik, karena proyek sudah mulai jalan, namun pintu agak susah dikunci.
Kondisi toilet pun mencekam, gelap gulita, lampunya mati. Setelah memastikan pintu aman, lansung saja kandang harimau mulai dibuka perlahan.
Sementara aku membuka jeans ketat, benar kupastikan kedua kaki sudah berada di pijakan yang tepat. "Hmm asuu gelap e, ah kayaknya udah pas iki."
Saking terburunya, langsung kubakar sebatang rokok dengan satu tarikan nafas.
"Asu kebalik! Jangkrik, jangkrik!" kubakar rokok kedua dengan hati-hati.
Kondisi gelap, lembab, ditambah suara-suara riuh dari kamar mandi sebelah membuat suasanya menjadi lebih dramatis.
"Sini nak, disini, udah duduk aja, itu ada aernya. Kalo sudah selesai langsung cebok ya. Papa tunggu diluar."
"Gelap paa, takuttt, ini eeknya gimana?!!!" balas suara anak kecil dari kamar mandi sebelah.
"Mas, kita duluan ya langsung ke booth lagii." kedua spg tadi pun pamit kembali menuju booth display.
Obrolan tadi membuatku berfikir sejenak, hmmm aernya ada gak ya. Aku lupa memastikan apakah ada air di kamar mandi ini. Lima belas menit berlalu, sebatang rokok sudah habis, saatnya beranjak dari singgasana.
Bergegas ku mencari sumber air untuk cebok. Sedikit panik, karena kondisi masih gelap. Kucoba mengambil handphone di layar saku belakang yang agak sempit. Ku nyalakan senter smartphone 5g samsung agar sedikit lebih terang.
Posisinya memang agak sulit, dilema, tangan kanan pegang gayung, tangan kiri cuci perabot, smartphone ku gigit, agar pencahayaan stabil. Posisi sudah aman, semua sudah bersih.
Keringat dingin mulai berkurang. Saatnya pakai celana. Setelah semua selesai, mulai ku beranjak. Namun kurasa ada kejanggalan. Telapak kaki kanan seperti menginjak lumpur.
Aku berdiri hati-hati, seraya ku arahkan senter handphone samsung a7 ke bawah kaki kanan. Ternyata tepat di bawah sepatu converse belel, ada sebuah gumpalan lumpur se ukuran telapak tangan orang dewasa.
Ku pastikan, sekali lagi itu lumpur. Ku dekatkan kembali senternya, sambil sesekali ku geser kanan kiri sepatu.
Kuambil nafas, ku buka pintu wc tadi. Cahaya masuk ke dalam wc, posisi siluet ke arah lumpur tadi.
Ranjau Darat, Salah Target |
"Bajingan, taiii manusia. Aasuuuu!!" bingung, kesal, heran, tapi apadaya nasi sudah menjadi tai.
Rupanya, sebelum aku masuk wc, ada seseorang yang juga merasa kebelet, hampir meledak, lalu ia terburu masuk ke dalam toilet tanpa memastikan apakah sudah tepat, ujung lubang tainya dengan lubang wc.
Ternyata target meleset, sebongkah gumpalan keluh kesah hidupnya jatuh tepat di pijakan kaki kanan. Dengan kesadaran penuh ia tinggalkan ranjau darat salah target itu tanpa sedikitpun rasa bersalah. Apalagi disiram.
Rasa hati sudah tak karuan, lemas, sedih, senang, konyol, campur aduk. Akupun mengikuti jejaknya orang misterius itu.
Dengan kesadaran penuh, kutinggalkan ranjau darat yang sudah setengah hancur, dalam kondisi ruangan gelap, lembab, dan sedikit dendam.
Seperti dendam, ranjau darat salah target harus dibayar lunas kepada orang selanjutnya!.
Aku bergegas kembali ke booth, memasang muka santai seolah tak terjadi apa-apa.